Sunday, 4 April 2010

2010 Patriarchal Constantinople Proclamation for Pascha ( good to be re-red ) - Sambutan Paskah 2010 Kepatriakhan Constantinople ( baik untuk dibaca kembali)



B A R T H O L O M E U S

Dengan karunia Allah,
Uskup Agung Constantinople Roma-baru
dan Patriarch Ekumenis,
Untuk seluruh umat Gereja:
Berkat, Rahmat dan Damai dari Kristus Juruslamat yang telah Bangkit dalam Kemuliaan.

B A R T H O L O M E W
By the Grace of God,
Archbishop of Constantinople-New Rome
and Ecumenical Patriarch,
To all the Faithful of the Church:
Grace, mercy, and peace from Christ the Savior Risen in Glory
* * *

Saudara-saudara terkasih, anak-anak di dalam Tuhan,
Beloved brothers and sisters, dear children in the Lord

Kristus telah Bangkit!

Christ is Risen!

Sekali lagi, hari suci Paskah telah tiba di dalam kegembiraan yang penuh dengan kemuliaaan, penyebaran sukacita, sukacita dan jaminan kehidupa untuk seluruh umat yang percaya, meskipun dalam suasana berat yang terjadi di dunia kita saat ini dalam hal krisis multidimensi yang berdampak pada kehidupan kita sehari-hari.

Once again, the sacred day of Pascha has dawned in full delight and splendor, dispersing joy, comfort, gladness and assurance of life to all faithful, despite the heavy atmosphere that prevails in our world on account of the multidimensional crisis with all its familiar painful consequences for our daily life.

Kristus telah bangkit dari kubur sebagai manusia yang Ilahi, dan kemanusiaan telah bangkit bersama-Nya!
Tirani kematian milik masa lalu. Keputusasaan umat manusia telah dihilangkan.Sang Pemberi Hidup, setelah melalui Inkarnasi-Nya secara sukarela memikul seluruh malapetaka alam kita dan dengan penebusan, yaitu dengan kematian, telah membawa kematian itu kedalam alam maut dengan " petir Keilahian-Nya". [1] dan telah memberikan kita kehidupan -da " hidup dalam kelimpahan"  (Yohanes 10:10)

Christ has risen from the tomb as divinely human; and humanity has risen with Him! The tyranny of death belongs to the past. The hopelessness of hades’ captivity has irrevocably gone. The only powerful Giver of life, having through His Incarnation voluntarily assumed all of the misfortune of our nature and all that it entails, namely death, has already “brought death to hades by the lightning of divinity,”[1] granting us life – and “life in abundance.” (John 10.10)

Kehidupan berkelimpahan ini, yang diberikan kepada kita dengan kebangkitan-Nya, secara tidak henti-hentinya difitnah dan diserang oleh si-jahat -yang aksi-aksi ini benar-benar pekerjaan iblis - meskipun dia sekarang melemah, benar-benar tidak berdaya dan menggelikan.
This abundance of life, which was granted to us by the Risen Lord, is ceaselessly slandered and assaulted by the devil – indeed, these actions are the source of his very name – although he is now weakened, completely powerless, and entirely ridiculous.

Si-Jahat memfitnah "Kehidupan" dengan melalui keangkuhan dunia melawan Allah, kemanusiaan dan juga ciptaanNya. Si jahat menyerang " Kehidupan" melalui kecenderungan dosa yang ada dalam dirikita seperti " karat yang menahun" dia menggunakan ini secara nyata untuk menjebak kita kedalam dosa atau kepercayaan yang tidak nyata.


The devil slanders Life by means of the hubris that still prevails in the world against God, humanity and the creation. The devil assaults Life by means of the sinful tendency that exists within us like “old rust,” using this to entrap us either into tangible sin or delusional belief.

Kesombongan adalah akar dari "karat" itu,yang merupakan pekerjaan -pekerjaan iblis untu mengganggu hubungan kita dengan sesama, dengan Tuhan dan juga dengan seluruh ciptaanNya. Dengan demikian, sangatlah penting buat kita untuk selalu mawasdiri dari kesombongan, agar kelimpahan cahaya Pemberi Hidup dari kebangkitan Kristus dapa bersinar dalam pikiran, jiwa dan tubuh kita, sehingga kita dapat menghalau kegelapan keangkuhan dan menuangkan “berkat kelimpahan” kehidupan  ke seluruh dunia.

Hubris is the offspring of that “rust”, while both comprise the sinister couple responsible for disrupting relationships within ourselves, with others, as well as with God and the whole creation. Accordingly, it is imperative that we purify ourselves of this rust with great attentiveness and carefulness in order that the profuse life-giving light of the Risen Christ may shine in our mind, soul and body, so that it may in turn dispel the darkness of hubris and pour the “abundance” of life to all the world.


Ini tidak dapat dicapai oleh filsafat, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau ideologi apapun, hanya dapat dicapai melalui iman kepada Allah telah berkenan merendahkan diri-Nya bagi kita umat manusia melalui Kesengsaraan, Penyaliban dan Kematian , turun ke kedalaman kerajaan maut dan Bangkit dari orang mati sebagai  manusia yang Ilahi, Yesus Kristus.

This cannot be achieved by philosophy, science, technology, art, or any ideology; it can only be achieved through faith in what God has condescended for us human beings through His Passion, Crucifixion and Burial, descending to the depths of hades and rising from the dead as the divine-human Jesus Christ.

Hal ini juga dinyatakan dalam kehidupan sakramental Gereja maupun melalu perjuangan spiritual yang sistematis. Gereja sebagai Tubuh Kristus , tanpa henti-hentinya dengan pengalaman keajaiban Kebangkitan Kristus, melalui Mistika Ilahi yang Kudus, dan dengan "Theology" ajaran-ajaran  praktis, memberikan kita semua kesempatan untuk berpartisipasi dalam Mistika ilahi, berbagi dalam kemenangan atas kematian, dan menjadi anak-anak yang dibentuk oleh cahaya Kebangkitan dan benar-benar  "mendapat bagian dalam kodrat ilahi." (2 Petrus 1.4), seperti dalam kehidupan para Kudus  di masa lalu maupun di masa sekarang.


It is also expressed in the sacramental life of the Church as well as through laborious and systematic spiritual struggle. The Church, as the Body of Christ, unceasingly and to the ages experiences the miracle of the Resurrection; through its sacred Mysteries, its Theology and its practical teachings, it offers us the possibility of participating in that miracle, of sharing in the victory over death, of becoming children shaped by the light of the Resurrection and truly “partakers of divine nature.” (2 Peter 1.4), just as in the life of every Saint in the past and present.

Semak duri  penderitaan yang tumbuh di dalam hati kita, dan tercemar oleh karat "kehidupan lama" (Ef. 4,22) ini harus sesegera mungkin kita hilangkan di dalam Kristus,  melalui Kristus dan demi Kristus dan gambaran  kehidupan Kristus  pada kehidupan kita untuk sekitar kita sesame manusia,   dalam  kebajikan, kekudusan, dan kebenaran. Seperti dalam kidung suci Gereja : " Marilah kita mengenakan jubah kebenaran, yang lebih putih dari salju, dan marilah kita bergembira hari ini di hari Paskah,karena Kristus, Matahari Kebenaran yang bangkit dari Kematian, telah mencurahkan atas kita Cahaya Kebenaran."

The thorny weeds of passions growing within the depths of our heart, polluted by the rust of “the old self” (Eph. 4.22) must definitely be transformed as soon as possible in Christ, through Christ and for the sake of Christ and His living images that surround us – namely, our fellow human beings – into a bouquet of virtues, holiness, and righteousness. Hence, the sacred hymnographer chants in timely manner: “Let us put on the robe of righteousness, which is whiter than snow, and let us rejoice today in the day of the Pascha; for Christ, the sun of righteousness that rises from the dead, has showered upon us the light of incorruption.”

[2] Jubah Putih kebenaran telah diberikan kepada kita secara simbolis pada hari pembaptisan kita, dan kita diundang untuk mentahirkan secara-terus menerus melalui pertobatan yang terus-menerus, mengendalikan keinginan, kesabaran dalam derita kehidupan, dan usaha tak kenal lelah untuk memenuhi perintah-perintah Allah, dan khususnya hokum tertinggi yaitu Cinta-Kasih. Dengan cara ini, kita dapat berpartisipasi dalam  memikul salib dan pengosongan diri untuk Kristus, agar sukacita Paskah, pancaran Cahaya, dan sukacita  keselamatan  dapat memasuki kehidupan kita dan juga dunia.
usaha

 [2] The white garment of righteousness was given to us symbolically on the day of our Baptism; and we are invited to cleanse it continually through constant repentance, control of desires, patience in life’s pain, and relentless effort to fulfill the commandments of God, and especially the supreme commandment of love. In this way, we are able to participate in the cross-bearing self-emptying of Christ, in order that the Paschal gladness, radiant light, and joyful salvation may enter our life and world.

Kami ambil ini dari  ‘Phanar’ , di mana kita mengikuti penderitaan Jumat Kudus dan cahaya Kebangkitan, dan seperti ungkapan kasih sayang Gereja Ibu kepada anda, dengan sepenuh hati mengucapkan harapan berkat Paskah Kehidupan Tuhan kita yang telah bangkit dari Mati.

We address this from the Phanar, where we experience the suffering of Holy Friday and the light of the Resurrection, as we express to you the affection of the Mother Church, wholeheartedly wishing for all the saving gift and Paschal blessing of the Lord of Life, who rose from the dead.



 
 Paskah Kudus 2010
Doa untuk semua di hadapan Tuhan
+ Bartholomeus Constantinople


Holy Pascha 2010
Fervent supplicant for all before the Lord
+ Bartholomew of Constantinople

No comments:

Post a Comment